JIWA yang menjadi OBAT


Ulama besar itu sedang jatuh sakit. Parah. Seluruh tubuhnya terasa payah. Persendiannya ngilu dan tulang-tulangnya kaku. Dia hanya bisa tergolek di atas tempat tidur, tak kuasa bergerak dan beranjak sedikit pun dari sana. Namun kondisinya yang sangat lemah itu, tak juga menyurutkan semangatnya untuk terus berbagi ilmu, membaca dan menelaah buku-buku, serta berdisukusi dengan murid-muridnya.

Dokter yang didatangkan untuk mengobatinya, pun begitu prihatin melihat keadaannya. Setelah memeriksanya, dokter itu berkata, “Aktifitas Anda yang banyak membaca dan berdisukusi tentang ilmu, telah membuat sakit Anda semakin berat.”

“Tapi, aku tidak bisa bersabar untuk melakukan itu. Akan aku buktikan sesuai dengan ilmu Anda. Bukankah jiwa itu jika bisa merasakan kebahagiaan, ketenangan dan kenyamanan, maka perasaan itu akan mampu menyembuhkannya dari penyakit?” kilahnya dengan nafas sedikit tersengal.
“Tentu,” jawab sang dokter singkat.
“Jiwaku akan merasa senang jika ia bisa berinteraksi dengan ilmu,” tambahnya memberi alasan.

Tak beberapa lama, dengan tetap menuruti kata hatinya untuk terus membaca, ulama besar itu pun kembali sehat seperti sedia kala. Dia mengobati sakitnya dengan membaca. Melihat keadaannya yang membaik, dokter yang pernah merawat dan menasehatinya, hanya bisa berkata, “Ini di luar terapi yang biasa kami berikan.”

Ulama besar tersebut tak lain adalah Ibnu Taimiyah; sosok yang semasa hidupnya sangat lekat dengan kesederhanaan, kemiskinan, dan penjara, tetapi tetap ceria dan selalu bersahaja. “Aku tidak pernah melihat orang yang lebih merasakan kenikmatan hidup dari pada Ibnu Taimiyah. Meskipun hidupnya dalam kesederhanaan, kemiskinan, tahanan dan di bawah ancaman, tetapi ia adalah orang yang paling lapang dadanya, sehingga wajahnya selalu terlihat berseri-seri,” tutur salah seorang muridnya, Ibnu Qayim Al-Jauziyah, menceritakan tentang pribadinya.

Sahabat,
Kisah diatas mengingatkan kita akan berbagai persoalan hidup yang menghimpit, namun kita lupa bahwa ternyata penawarnya sangat dekat dengan kita. Acapkali keluhan terlontar atas ujian berupa penyakit yang tak kunjung sembuh, kemiskinan, permasalahan yang mendera dan berbagai hal yang akhirnya kita berputus asa.

Kesabaran, tawakkal pada Allah dan keyakinan pada Allah SWT semestinya menjadi kekuatan jiwa ini. sekali lagi kalimat yang terungkap oleh Ibnu Taimiyah: " Bukankah jiwa itu jika bisa merasakan kebahagiaan, ketenangan dan kenyamanan, maka perasaan itu akan mampu menyembuhkannya dari penyakit?”
Wallahu a'lam Bisshawwab

Komentar